MEKANISME CAIRAN
03.25
By
Unknown
0
komentar
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya berkat dan petolongan-Nya, kami dapat
menyusun makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan mahasiswa-mahasiswa, adapun makalah kami ini berjudul “
Mekanisme Cairan.”
Saya menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan, kami sangat mengharapkann
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan
makalah ini. Terima kasih.
Hormat Kami
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
A. Cairan
dan Elektrolit
1. Pengertian
2. Proporsi
Cairan Tubuh
3. Elektrolit
Utama Tubuh Manusia
4. Perpindahan
Cairan dan Elektrolit Tubuh
5. Pengaturan
Volume Cairan Tubuh
6. Faktor
yang Berpengaruh pada Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
B. Konsep
Dasar Gangguan Volume Cairan
1. HIPOVOLEMIA
(Kekurangan Volume Cairan)
2. HIPERVOLEMIA
(Kelebihan Volume Cairan)
C. Komposisi Cairan Tubuh
D. Perpindahan
Substansi Antar Kompartmen
E. Keseimbangan
Cairan
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Semua
sel dan jaringan tubuh manusia terendam dalam cairan yang memiliki komposisi
kimia serupa dengan air laut. Hal ini mencerminkan awal evolusi manusia. Agar
fungsi sel dapat berlangsung normal, komposisi cairan ini harus relative
konstan. Keseimbangan yang dinamis atau homeostasis dari air, elektroloit, dan
keseimbangan asam-basa dalam tubuh dipelihara melalui mekanisme faal kompleks
yang melibatkan banyak system tubuh lain.
Gangguan
volume cairan dalah suatu keadaan ketika individu beresiko mengalami penurunan,
peningkatan, atau perpindahan cepat dari satu kelainan cairan intravaskuler,
interstisial dan intraseluler. Keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan cairan sangat penting
bagi kehidupan makhlukhidup.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Cairan dan
Elektrolit
1. Pengertian
1. Pengertian
Cairan
dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah
satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit
melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh.
Cairan
tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena
(IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke
dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling
bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya.
Cairan
tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di
seluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar
sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma),
cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma)
adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang
terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus
seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
2.
Proporsi Cairan Tubuh
Persentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan tergantung beberapa hal antara lain :
a. Umur
b. Kondisi lemak tubuh
c. Sex
Perhatikan uraian berikut ini :
1) Bayi (baru lahir) 75 %
2) Dewasa :
a) Pria (20-40 tahun) 60 %
b) Wanita (20-40 tahun) 50 %
3) Usia Lanjut 45-50 %
Persentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan tergantung beberapa hal antara lain :
a. Umur
b. Kondisi lemak tubuh
c. Sex
Perhatikan uraian berikut ini :
1) Bayi (baru lahir) 75 %
2) Dewasa :
a) Pria (20-40 tahun) 60 %
b) Wanita (20-40 tahun) 50 %
3) Usia Lanjut 45-50 %
Pada
orang dewasa kira-kira 40 % berat badannya atau 2/3 dari TBW-nya berada di
dalam sel (cairan intraseluler/ICF), sisanya atau 1/3 dari TBW atau 20 % dari
berat badannya berada di luar sel (ekstraseluler) yaig terbagi dalam 15 %
cairan interstitial, 5 % cairan intavaskuler dan 1-2 % transeluler.
3. Elektrolit Utama Tubuh Manusia
Zat
terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit.
Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak
bermuatan listrik, seperti : protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida
dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+),
kalium (K+), Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat
(HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-).
Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatanpositif.
Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatanpositif.
Komposisi
dari elektrolit-elektrolit tubuh baik pada intraseluler maupun pada plasma
terinci dalam tabel di bawah ini :
Plasma Interstitial
a. Kation :
Natrium (Na+), Kalium (K+), Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg ++)
b. Anion :
Klorida (Cl-), Bikarbonat (HCO3-), Fosfat (HPO42-), Sulfat (SO42-), Protein
Plasma Interstitial
a. Kation :
Natrium (Na+), Kalium (K+), Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg ++)
b. Anion :
Klorida (Cl-), Bikarbonat (HCO3-), Fosfat (HPO42-), Sulfat (SO42-), Protein
4.
Perpindahan Cairan dan Elektrolit Tubuh
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu :
a.Fase I :
Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
b.Fase II :
Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
c.Fase III :
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu :
a.Fase I :
Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
b.Fase II :
Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
c.Fase III :
Cairan
dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk ke
dalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan membran
semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan
tubuh ikut berpindah.
Metode
perpindahan dari cairan dan elektrolit tubuh dengan cara :
1) Diffusi
2) Filtrasi
3) Osmosis
4) Aktif Transport
1) Diffusi
2) Filtrasi
3) Osmosis
4) Aktif Transport
Difusi
dan osmosis adalah mekanisme transportasi pasif. Hampir semua zat berpindah
dengan mekanisme transportasi pasif. Diffusi sederhana adalah perpindahan
partikel-partikel dalam segala arah melalui larutan atau gas.Beberapa faktor
yang mempengaruhi mudah tidaknya difusi zat terlarut menembus membran kapiler
dan sel,
yaitu :
a)
Permeabilitas membran kapiler dan sel
b) Konsenterasi
c) Potensial listrik
d) Perbedaan tekanan.
b) Konsenterasi
c) Potensial listrik
d) Perbedaan tekanan.
Osmosis
adalah proses difusi dari air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi.
Difusi air terjadi pada daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang rendah ke
daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang tinggi. Perpindahan zat terlarut
melalui sebuah membran sel yang melawan perbedaan konsentrasi dan atau muatan
listrik disebut transportasi aktif.
Transportasi
aktif berbeda dengan transportasi pasif karena memerlukan energi dalam bentuk
adenosin trifosfat (ATP). Salah satu contonya adalah transportasi pompa kalium
dan natrium. Natrium tidak berperan penting dalam perpindahan air di dalam
bagian plasma dan bagian cairan interstisial karena konsentrasi natrium hampir
sama pada kedua bagian itu. Distribusi air dalam kedua bagian itu diatur oleh
tekanan hidrostatik yang dihasilkan oleh darah kapiler, terutama akibat oleh
pemompaan oleh jantung dan tekanan osmotik koloid yang terutama disebabkan oleh
albumin serum.
Proses
perpindahan cairan dari kapiler ke ruang interstisial disebut ultrafilterisasi.
Contoh lain proses filterisasi adalah pada glomerolus ginjal. Meskipun keadaan
di atas merupakan proses pertukaran dan pergantian yang terus menerus namun
komposisi dan volume cairan relatif stabil, suatu keadaan yang disebut
keseimbangan dinamis atau homeostatis.
5.
Pengaturan Volume Cairan Tubuh
Di
dalam tubuh seorang yang sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia dari
cairan tubuh selalu berada dalam kondisi dan batas yang nyaman. Dalam kondisi
normal intake cairan sesuai dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi.
Kondisi sakit dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh.
Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh akan kehilanagn cairan antara lain melalui proses penguapan ekspirasi, penguapan kulit, ginjal (urine), ekresi pada proses metabolisme.
Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh akan kehilanagn cairan antara lain melalui proses penguapan ekspirasi, penguapan kulit, ginjal (urine), ekresi pada proses metabolisme.
a. Intake Cairan
Selama
aktifitas dan temperatur yang sedang seorang dewasa minum kira-kira 1500 ml per
hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari sehingga
kekurangan sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi selama
proses metabolisme.
Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus dikendalikan berada di otak Sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah,
perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal.
Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus dikendalikan berada di otak Sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah,
perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal.
b.
Output Cairan :
Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
1) Urine :
Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
1) Urine :
Proses
pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius merupakan
proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal output urine
sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam. Pada orang
dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam
setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine
akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh
2) IWL (Invisible Water Loss) :
IWL
terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan mekanisme difusi.
Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah
berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat
maka IWL dapat meningkat.
3)
Keringat :
Berkeringat
terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal
dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang
belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.
4)
Feces :
Pengeluaran
air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur melalui
mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
6.
Faktor yang Berpengaruh pada Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
antara lain :
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
antara lain :
a. Umur :
Kebutuhan
intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh
pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak
lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada
usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan
fungsi ginjal atau jantung.
b. Iklim :
Orang
yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah
memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat.
Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan
cairan sampai dengan 5 L per hari.
c. Diet :
Diet
seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit. Ketika intake
nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan
serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat
diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan
edema.
d. Stress :
Stress
dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glikogen otot.
Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila
berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
e. Kondisi Sakit :
Kondisi
sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh Misalnya :
1) Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
2) Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
3) Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
1) Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
2) Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
3) Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
f. Tindakan Medis :
Banyak
tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
g. Pengobatan :
Pengobatan
seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan
elektrolit tubuh.
h. Pembedahan :
Pasien
dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama
pembedahan.
B. Konsep Dasar
Gangguan Volume Cairan
1. HIPOVOLEMIA (Kekurangan Volume Cairan)
a. Pengertian
1. HIPOVOLEMIA (Kekurangan Volume Cairan)
a. Pengertian
Kekurangan
Volume cairan (FVD) terjadi jika air dan elektrolit hilang pada proporsi yang
sama ketika mereka berada pada cairan tubuh normal sehingga rasio elektrolit
serum terhadap air tetap sama. (Brunner & suddarth, 2002).
1)
Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler
(CES).
2) Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES)
3) Hipovolemia adalah kekurangan cairan di dalam bagian-bagian ekstraseluler (CES)
2) Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES)
3) Hipovolemia adalah kekurangan cairan di dalam bagian-bagian ekstraseluler (CES)
b.
Etiologi
Hipovolemia ini terjadi dapat disebabkan
karena :
1) Penurunan masukan.
2) Kehilangan cairan yang abnormal melalui : kulit, gastro intestinal, ginjal abnormal, dan lain-lain.
3) Perdarahan.
1) Penurunan masukan.
2) Kehilangan cairan yang abnormal melalui : kulit, gastro intestinal, ginjal abnormal, dan lain-lain.
3) Perdarahan.
c.
Patofisiologi
Kekurangan
volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini
disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan
cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju
intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk
mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler. Secara
umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan
cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan dan
pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak
mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler
istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi
potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain
itu, kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan,
dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan.
dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan.
d. Manifestasi Klinis
Tanda
dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan hipovolemia antara
lain : pusing, kelemahan, keletihan, sinkope, anoreksia, mual, muntah, haus,
kekacauan mental, konstipasi, oliguria. Tergantung pada jenis kehilangan cairan
hipovolemia dapat disertai dengan ketidak seimbangan asam basa, osmolar atau
elektrolit. Penipisan (CES) berat dapat menimbulkan syok hipovolemik.
`Mekanisme
kompensasi tubuh pada kondisi hipolemia adalah dapat berupa peningkatan
rangsang sistem syaraf simpatis (peningkatan frekwensi jantung, inotropik
(kontraksi jantung) dan tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormone
antideuritik (ADH), dan pelepasan aldosteron. Kondisi hipovolemia yang lama
dapat menimbulkan gagal ginjal akut.
e. Komplikasi
`Akibat
lanjut dari kekurangan volume cairan dapat mengakibatkan :
1)
Dehidrasi (Ringan, sedang berat).
2) Renjatan hipovolemik.
3) Kejang pada dehidrasi hipertonik.
2) Renjatan hipovolemik.
3) Kejang pada dehidrasi hipertonik.
f.
Pemeriksaan Diagnostik
1)
Pemeriksaan penunjang.
Penurunan tekanan darah (TD),
khususnya bila berdiri (hipotensi ortostatik); peningkatan frekwensi jantung
(FJ); turgor kulit buruk; lidah kering dan kasar; mata cekung; vena leher
kempes; peningkatan suhu dan penurunan berat badan akut. Bayi dan anak - anak :
penurunan air mata, depresi fontanel anterior.
Pada
pasien syok akan tampak pucat dan diaforetik dengan nadi cepat dan haus;
hipotensi terlentang dan oliguria.
2)
Riwayat kesehatan.
3) Evalusi status volume cairan.
4) Kadar Nitrogen Urea dalam darah (BUN) > 25mg/ 100 ml.
5) Peningkatan kadar Hematokrit > 50%.
6) Berat jenis urine > 1,025.
g. Penatalaksanaan Medis
3) Evalusi status volume cairan.
4) Kadar Nitrogen Urea dalam darah (BUN) > 25mg/ 100 ml.
5) Peningkatan kadar Hematokrit > 50%.
6) Berat jenis urine > 1,025.
g. Penatalaksanaan Medis
1)
Pemulihan volume cairan normal dan koreksi gangguan penyerta asam-basa dan
elektrolit.
2) Perbaikan perfusi jaringan pada syok hipovolemik.
3) Rehidrasi oral pada diare pediatrik.
Tindakan berupa hidrasi harus secara berhati-hati dengan cairan intravena sesuai pesanan / order dari medis.Catatan : Rehidrasi pada kecepatan yang berlebihan dapat menyebabkan GJK (gagal ginjal jantung kongestif)
4) Tindakan terhadap penyebab dasar.
2. HIPERVOLEMIA (Kelebihan Volume Cairan)
a. Pengertian
2) Perbaikan perfusi jaringan pada syok hipovolemik.
3) Rehidrasi oral pada diare pediatrik.
Tindakan berupa hidrasi harus secara berhati-hati dengan cairan intravena sesuai pesanan / order dari medis.Catatan : Rehidrasi pada kecepatan yang berlebihan dapat menyebabkan GJK (gagal ginjal jantung kongestif)
4) Tindakan terhadap penyebab dasar.
2. HIPERVOLEMIA (Kelebihan Volume Cairan)
a. Pengertian
Keadaan
dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami kelebihan cairan
intraseluler atau interstisial. (Carpenito, 2000). Kelebihan volume cairan
mengacu pada perluasan isotonok dari CES yang disebabkan oleh retensi air dan
natrium yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana mereka
secara normal berada dalam CES. Hal ini selalu terjadi sesudah ada peningkatan kandungan
natrium tubuh total, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan air tubuh
total. (Brunner & Suddarth. 2002).
b.
Etiologi
Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat :
1) Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air.
2) Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
3) Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV).
4) Perpindahan cairan interstisial ke plasma.
Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat :
1) Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air.
2) Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
3) Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV).
4) Perpindahan cairan interstisial ke plasma.
c.
Patofisiologi
Kelebihan
volume cairan terjadi apabila tubuh menyimpan cairan dan elektrolit dalam
kompartemen ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang. Karena adanya retensi
cairan isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan
tubuh hampir selalu disebabkan oleh peningkatan jumlah natrium dalam serum.
Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan / adanya gangguan mekanisme
homeostatis pada proses regulasi keseimbangan cairan.
d. Manifestasi Klinis
Tanda
dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan hipervolemia antara
lain : sesak nafas, ortopnea. Mekanisme kompensasi tubuh pada kondisi
hiperlemia adalah berupa pelepasan Peptida Natriuretik Atrium (PNA),
menimbulkan peningkatan filtrasi dan ekskresi natrium dan air oleh ginjal dan
penurunan pelepasan aldosteron dan ADH.
Abnormalitas
pada homeostatisis elektrolit, keseimbangan asam-basa dan osmolalitas sering
menyertai hipervolemia. Hipervolemia dapat menimbulkan gagal jantung dan edema
pulmuner, khususnya pada pasien dengan disfungsi kardiovaskuler
e.Komplikasi
Akibat lanjut dari kelebihan volume cairan
adalah :
1) Gagal ginjal, akut atau kronik
2) Berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung
3) Infark miokard
4) Gagal jantung kongestif
5) Gagal jantung kiri
6) Penyakit katup
7) Takikardi/aritmia
Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid plasma rendah, retensi natrium
8) Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker
9) Berhubungan dengan kerusakan arus balik vena
10) Varikose vena
11) Penyakit vaskuler perifer
12) Flebitis kronis
1) Gagal ginjal, akut atau kronik
2) Berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung
3) Infark miokard
4) Gagal jantung kongestif
5) Gagal jantung kiri
6) Penyakit katup
7) Takikardi/aritmia
Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid plasma rendah, retensi natrium
8) Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker
9) Berhubungan dengan kerusakan arus balik vena
10) Varikose vena
11) Penyakit vaskuler perifer
12) Flebitis kronis
f.
Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Fisik
Oedema, peningkatan berat badan, peningkatan TD (penurunan TD saat jantung gagal) nadi kuat, asites, krekles (rales). Ronkhi, mengi, distensi vena leher, kulit lembab, takikardia, irama galop
2) Protein rendah
3) Anemia
4) Retensi air yang berlebihan
5) Peningkatan natrium dalam urine
g. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mengatasi masalah pencetus dan mengembalikan CES pada normal. Tindakan dapat berupa hal berikut :
1) Pembatasan natrium dan air.
2) Diuretik.
3) Dialisi atau hemofiltrasi arteriovena kontinue : pada gagal ginjal atau kelebihan beban cairan yang mengancam hidup
1) Pemeriksaan Fisik
Oedema, peningkatan berat badan, peningkatan TD (penurunan TD saat jantung gagal) nadi kuat, asites, krekles (rales). Ronkhi, mengi, distensi vena leher, kulit lembab, takikardia, irama galop
2) Protein rendah
3) Anemia
4) Retensi air yang berlebihan
5) Peningkatan natrium dalam urine
g. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mengatasi masalah pencetus dan mengembalikan CES pada normal. Tindakan dapat berupa hal berikut :
1) Pembatasan natrium dan air.
2) Diuretik.
3) Dialisi atau hemofiltrasi arteriovena kontinue : pada gagal ginjal atau kelebihan beban cairan yang mengancam hidup
C. Komposisi Cairan
Tubuh
Telah disampaikan pada pendahuluan
di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 60% total berat badan
laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu,
sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita dewasa,
cairan tubuh meliputi 50% dari total berat badan. Pada bayi dan anak-anak,
prosentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia.
Cairan
tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh
berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel
(cairan ekstrasel/CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang
meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan; dan cairan intersisial yang
mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompatmen
tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati oleh cairan tubuh, yaitu cairan
transel. Namun volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan
otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl-
terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan ion K+ di cairan
intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya
paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma.
Perbedaan
komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang
memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan
intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan
plasma. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan
antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu
kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartemen
sehingga terjadi keseimbangan kembali.
D. Perpindahan
Substansi Antar Kompartmen
Setiap
kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap
zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila
substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel
terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut
tidak permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable
(permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel
lain tidak dapat menembusnya.
Perpindahan substansi melalui
membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan energi,
sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
1.
Difusi
Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut
selalu bergerak dan cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi
ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga konsentrasi substansi partikel
tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini disebut difusi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s
law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
- Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
- Peningkatan permeabilitas.
- Peningkatan luas permukaan difusi.
- Berat molekul substansi.
- Jarak yang ditempuh untuk difusi
2.
Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam
air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih rendah dibandingkan
konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal ini karena
tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila
konsentrasi zat yang terlarut meningkatkan, konsentrasi air akan menurun.Bila
suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan larutan
yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat terlarut, maka terjadi
perpindahan air/zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih
tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan osmosis.
3.
Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya
perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh membran. Cairan akan
keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Jumlah
cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan
membran dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini
disebut tekanan hidrostatik.
4.
Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk
mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari daerah yang
konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan
seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi.
Contoh: Pompa Na-K.
E. Keseimbangan
Cairan
Pengaturan keseimbangan cairan perlu
memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan
osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan
ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel.
Penurunan volume cairan ekstrasel
menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma.
Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume
cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
a.
Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk mempertahankan
volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air
yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi karena adanya
pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water
turnover dibagi dalam: 1. eksternal fluid exchange, pertukaran
antara tubuh dengan lingkungan luar; dan 2. Internal fluid exchange, pertukaran
cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di
kapiler ginjal.
b. Memeperhatikan keseimbangan
garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu
dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya
adalah seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan jumlah garam yang ia
konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi
garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan
garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan
keseimbangan garam.
ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
a. mengontrol
jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
b.
mengontrol jumlah yang direabsorbsi
di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada
sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem
Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+
di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan
retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan
tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi
natrium dan air. Hormon ini disekresi leh sel atrium jantung jika mengalami
distensi peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di
tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine sehingga mengembalikan volume darah
kembali normal.
2. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.
Osmolaritas cairan adalah ukuran
konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. semakin tinggi
osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi
solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi
solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi
solut yang tidak dapat menmbus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion
natrium menrupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion
utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan
ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab
dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak
merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion
ini bertanggung jawab dalam menetukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen
ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan
dilakukan melalui:
a.
Perubahan osmolaritas di nefron
Di
sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas
yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh
secara keseluruhan di dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang
isosmotik di tubulus proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars
decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi
reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan
cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars
acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar
tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan
yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik.
Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung
pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus
koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung
pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
b. Mekanisme
haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
Peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di
hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang
mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke
dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan
vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin,
yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen.
Pembentukkan
aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini
menyebabkan urine yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan
hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap
dipertahankan.Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypotalamus akibat
peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di
hypotalamus sehingga terbentuk perilaku untuk membatasi haus, dan cairan di
dalam tubuh kembali normal
3. Pengaturan Neuroendokrin dalam
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan
keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh system saraf
dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan
sinus karotikus, osmoreseptor di hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor
regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan
saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan
Vasopresin/ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika
terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan
meningkatkan eksresi volume natrium dan air. Perubahan volume dan osmolaritas cairan
dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan
cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stres,
dan penyakit.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengaturan
keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam
urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari
air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan
keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat
dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam
keseimbangan
asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan system dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan system dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner&Suddarth. (2000). Keperawatan Medical Medah.(Edisi 8). Volume 1. Jakarta :EGC
2. Doenges. ME. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
3. Martin.T. (1998). Standar Keperawatan Pasien : Pasien Standar Care. Jakarta : EGC
4. Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : EGC
0 komentar: